12 Sep 2013
One komentar

Tawuran Antarpelajar, Masa Depan ?


TAWURAN REMAJA, tentu frasa tersebut sudah tak asing di telinga anda bukan? Perkelahian secara massal atau tawuran merupakan salah satu tindakan kekerasan anarkis yang marak terjadi pada dekade ini. Berawal dari ketidak senangan kepada salah satu pihak dapat menyulut amarah dari pihak lain, bahkan beberapa tawuran timbul dari adu mulut semata.

Menyangkutkan konteks pelajar, tawuran mempunyai daya emosional yang tinggi sehingga mereka-mereka yang belum dewasa secara penuh bukan tidak mungkin juga melakukan tindakan tersebut. Dari beberapa data tercatat para pelajar "bertawuran" atas dasar perselisihan antara satu sekolah dengan sekolah lain. Hal itu berakar pada pertentangan diantara siswa sekolah A dengan siswa sekolah B. Pada posisi mereka yang masih mencari jati diri tentu mereka masih labil dalam hal emosi, kelabilan inilah yang membuat mereka membalas dendam salah satunya menggunakan metode ini

Beberapat tawuran pelajar ditemukan di kota metropolitan seperti Jakarta, Bandung, Surabaya dan kota-kota lainnya. Dari hasil data Komnas Perlindungan Anak menunjukkan bahwa sepanjang 2012 terdapat 147 kasus tawuran pelajar, dan yang lebih mengejutkan 82 pelajar meninggal sia-sia dikarenakan tidak kekerasan tersebut. Sungguh ironis bukan ?

Mari kita cermati sejenak. Ketika seorang pelajar atau remaja menghadapi atau telah melakukan tindakan tersebut, maka hanyalah kepuasan batin semata yang sementara yang mereka dapatkan. Mungkin hanya pengakuan dari lingkungan sekitar bahwa mereka-mereka yang "bertawuran" dan menang adalah yang terkuat. Lalu bagaimana dengan hal lain yang lebih penting? masa depan mereka?

Ini tidak sebanding dengan waktu yang dibuang oleh para pelaku tindak tawuran pelajar yang telah digunakan untuk berkelahi. Asumsikan saja waktu tawuran adalah maksimal 3 jam. Dalam kurun waktu tersebut pelajar dapat melakukan apa saja untuk melawan musuh mereka, dan juga dalam kurun waktu tersebut ia akan berada pada posisi dimana peluang untuk menang (hidup) dengan peluang kalah (mati) 1 banding 3. Telah menjadi rahasia umum ketika tawuran pelajar menggunakan sarana yang tidak manusiawi seperti gear sepeda, paku besi, linggis, clurit, dan benda-benda tajam lainnya yang berpotensi menghilangkan salah satu nyawa orang. Kembali pada kasus, coba saja dengan 3 jam pelajar dapat belajar ataupun mengasah potensi mereka pada hobi-hobi yang positif. Tentu anda akan terposisikan pada peluang untuk selamat lebih besar daripada mati. Belum lagi jika dengan 3 jam tersebut anda dapat berada pada suatu kompetisi yang dapat memenangkan anda sehingga itu sebagai penunjang cita-cita dan masa depan anda.

Solusi yang dapat diterapkan baik oleh lingkungan, keluarga, sekolah maupun diri anak itu sendiri telah beragam. Namun pada intinya seharusnya dari diri anak tersebut harus merubah pola pikirnya sendiri. Jika ia bergantung pada lingkungan, ia harus merubah lingkungannya. Andaikan ia tidak bisa merubahnya, maka ia berupaya untuk mendapatkan lingkungan atau dukungan yang dapat membuatnya tidak terjerumus pada tindak kekerasan diatas.

Banyak yang mengatakan bahwa masa depan adalah yang terpenting, namun tidak sepenuhya. Masa depan akan tercapai jika kita fokus pada masa sekarang dimana proses akan berlangsung. Para pelajar yang "bertawuran" akan mendapatkan pujaan dan hormat dari lingkungannya. Kembali dikatakan bahwa pelajar yang berada pada rentang remaja adalah mereka-mereka yang sangat ambisius dan menginginkan kemakmuran pada waktu yang akan datang, maka sangat salahlah untuk menggapai kemakmuran tersebut dengan jalan tawuran.(bbg)



1 komentar:

 
Toggle Footer
Top